Dataran Tortilla adalah novel terjemahan dari versi bahasa Inggris berjudul Tortilla Flat yang terbit pada tahun 1935. Sebelum diterbitkan oleh KPG, novel ini pernah diterbitkan hingga dua kali naik cetak oleh Penerbit PT Dunia Pustaka Jaya. Cetakan pertama tahun 1977 dan cetakan kedua tahun 2009. Agaknya, Penerbit KPG membeli hak cipta terjemahan dari Penerbit PT Dunia Pustaka Jaya.
Novel Dataran Tortilla menggambarkan kehidupan kaum paisano, rakyat jelata yang berdarah campuran Spanyol, Indian, Meksiko, Kaukasia, dan berbagai ras kulit putih Eropa. Kisah ini berlatar di ketinggian kota tua Monterey, California, tepatnya di sebuah daerah yang bernama Dataran Tortilla walaupun sebenarnya daerah itu sama sekali tidak datar. Kisah dalam cerita ini dipercayai pernah ada pada masa lalu sebagai cerita yang berkembang secara lisan di masyarakat. John Steinbeck meyakini cerita ini penting dibukukan, sebab selain menjaga ingatan tentang sejarah, juga sebagai tinggalan kepada dunia yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan di dalamnya.
Tokoh utamanya bernama Danny, seorang gelandangan yang terkadang mencuri demi kebutuhan hidupnya dan beberapa kali keluar masuk penjara. Ia kemudian menjadi ahli waris dua buah rumah di Dataran Tortilla dari kakeknya yang meninggal dunia. Derajat sosial Danny pun tiba-tiba berubah menjadi orang terpandang, sehingga ia dikejar-kejar perempuan desa yang juga memiliki rumah. Di zaman itu, di Dataran Tortilla banyak sekali rakyat jelata yang miskin, compang-camping, tidur seadanya: terkadang di dalam selokan yang hanya beratapkan langit saja.
Baca juga: Ada Kecoak di Filosofi Kopi
Sepulang dari dinas ketentaraan, di perjalanan, Danny bertemu dengan Pilon – teman lamanya. Pilon yang juga gelandangan kemudian menyewa rumah Danny bersama Pablo. Dua rumah warisan kakeknya itu kebetulan bersebelahan. Namun, karena kecerobohan mereka, akhirnya rumah yang ia sewa hangus terbakar. Danny yang dermawan memaafkaan mereka meskipun dongkol, sekaligus mengizinkan mereka tinggal di rumah utamanya tanpa imbalan uang dengan mengajak serta teman lainnya, yakni Jesus Maria, si Bajak Laut dan kelima anjingnya, serta Big Joe Portugis.
Di sanalah persahabatan terjalin. Mereka hidup rukun dan saling berbagi. Kisah hidup mereka sangat absurd dan jauh dari modernitas. Bahkan, barangkali novel ini bisa dikatakan menolak modernitas. Bayangkan saja, hanya si Bajak Laut yang berpakaian compang-camping yang setiap hari bekerja mencari kayu dan mencari sisa-sisa makanan ke restoran-restoran. Sisa makanan yang ia dapatkan setiap hari lalu diberikan ke Danny dan teman-teman lainnya dengan tulus.
