Wednesday, April 30, 2025
Home > Peluang Bisnis > Budidaya Kopi di Jangkat: Perubahan dan Peluang Usaha

Budidaya Kopi di Jangkat: Perubahan dan Peluang Usaha

Aroma kopi tercium memenuhi ruangan besar yang berukuran empat kali enam meter itu. Beberapa laki-laki yang tampak berada di ruangan itu bersanding  dengan segelas kopi. Mereka saling bercakap santai dan mengurai derai tawa antar sesamanya. Ya, budaya meminum kopi setiap pagi dan sore hari memang merupakan sebuah keharusan bagi para laki-laki petani kopi di kecamatan Jangkat, kabupaten Merangin, provinsi Jambi.

Sementara itu, para perempuan petani kopi justru membeli kopi untuk mencukupi kebutuhan kopi yang dikonsumsi sehari-hari bila hari pasar tiba. Namun, kopi yang mereka beli ini bukanlah kopi produk lokal setempat yang ditanam di ladang mereka sendiri. Melainkan, produk kopi dari luar daerah mereka yang kualitasnya rendah dan kerap dicampur dengan jagung.

Kondisi ini memang sebuah ironi bagi mereka bila mengingat ribuan hektar ladang kopi yang ada mengelilingi luas wilayah desa Muara Madras dan desa Baru, kecamatan Jangkat, kabupaten Merangin, provinsi Jambi. Dua desa ini merupakan penghasil kopi di kecamatan Jangkat. Akan tetapi, produksi kopinya masih rendah dan belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pasar di wilayahnya.

Sebagaimana disebutkan oleh Sofyan, salah seorang petani kopi yang ada di desa Gedang, kecamatan Jangkat Timur, kabupaten Merangin, provinsi Jambi, bahwa hampir setiap petani yang tinggal di desanya maupun desa sekitarnya yang ada di wilayah Jangkat memiliki kebun kopi minimal dua hektar.  Rata-rata Jenis kopi yang ditanam oleh para petani itu, yaitu kopi Robusta.

Untuk desa Muara Madras dan desa Baru, merupakan dua dari tiga belas desa yang menjadi objek dampingan proyek OPAL (Oil Palm Adaptive Landscapes). Pada April 2017 lalu, OPAL memaparkan hasil kajian terhadap budidaya dan tata niaga kopi pada sembilan desa yang ada di kabupaten Merangin, provinsi Jambi. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa pola budidaya kopi yang dilakukan oleh masyarakat Merangin merupakan pola budidaya sederhana.

Pola budidaya sederhana tersebut telah dilakukan secara turun temurun yang berbentuk pola patah pucuk.  Hasil kajian tersebut juga menunjukkan tidak ada penanganan secara khusus dalam pengelolaan kebun kopi yang telah dimiliki oleh para petani kopi.  Baik itu pada saat proses penanaman, perawatan, panen, maupun ketika paska panen. Kondisi ini memang diakui oleh para petani kopi karena tidak adanya pengetahuan dan informasi mengenai teknik budidaya yang lebih baik.

Ambil saja contoh ketika pada proses penanaman, petani kopi jarang memberikan pupuk pada lubang tanam. Begitu pula pada saat perawatan, jika terdapat hama hanya ditangani  dengan penyemprotan racun pada hama atau melakukan pemangkasan. Ketika panen dan paska panen kopi pun masih dilakukan secara asal tanpa memilah buah yang siap dipanen. Ini menyebabkan kualitas kopi menjadi kurang baik karena tercampur antara buah merah dan buah kuning serta hijau.

Translate »