Thursday, April 18, 2024
Home > Gaya Hidup > Jalan-jalan > Kem Nipah Panjang: Tradisi dan Kepercayaan

Kem Nipah Panjang: Tradisi dan Kepercayaan

mandisafarkem

Suatu ketika, saya mengikuti perjalanan pulang teman saya, Masyitah Sulaiman, menuju Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Dari Kota Jambi, kami mengendarai sepeda motor. Melalui jalan-jalan berlubang dan bermandikan debu. Ketika tiba-tiba gerimis menyerbu, debu-debu menghilang, sejenak. Lubang-lubang jalan digenangi lumpur hingga tak kelihatan warna aspal jalan. Kami disambut ribuan jembatan dengan ramah. Aroma lembap tanah dan rerumputan di tepi anak-anak sungai di sepanjang jalan menguar ke permukaan. Betapa saya ingin mengulang kembali perjalanan itu.

Perjalanan kami tempuh selama lima jam. Tentu, ini tergolong waktu yang agak lama. Memang lebih lambat satu jam dari perjalanan normal jika ditempuh dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. Bahkan, ada juga yang tiba lebih cepat daripada itu. Kami memang ingin menikmati perjalanan dengan obrolan panjang setelah lama tidak bertemu. Sekadar menghilangkan perasaan-perasaan yang tertahan. Kelak kami akan melihat ritual mandi safar di Air Hitam Laut Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Ritual yang diyakini suku Bugis Tanjung Jabung Timur sebagai hari istimewa bahwa selaku masyarakat yang mencintai Sang Khalik, kita perlu meminta keselamatan dari segala marabahaya dan penyakit, juga menyucikan diri dari segala dosa dengan cara mandi bersama di Sungai Batanghari.

mandisafarkem
Mandi Safar Kem

Kami tiba di Kecamatan Nipah Panjang pada H-1 acara mandi safar. Rumah para warga panggung-panggung. Di bawahnya, sampah-sampah tergenang bersama air Sungai Batanghari. Hampir setiap rumah memiliki sampan. Sampan-sampan ini digunakan sebagai alat transportasi bila mereka ingin ke darat (baca: kebun). Sebab untuk pergi ke kebun, mereka harus menyebrangi Sungai Batanghari yang luas. Sampan juga digunakan bila banjir tiba, meski sebagian masyarakat juga memiliki perahu motor/ketek.

Keluarga Masyitah menyambut saya hangat. Mereka tengah sibuk menanak lepat dan ketupat. Lepat dan ketupat ini kelak akan disajikan bersama lauk untuk dinikmati bersama pada esok pagi, akhir bulan Safar yang dirayakan. Karena keponakan Masyitah ada tiga yang lahir di bulan Safar, maka emak merebus lepat dan ketupat agak banyak. Selain untuk dinikmati sendiri, makanan ini juga akan dibagi-bagikan ke tetangga terdekat.

Rencananya, keesokan paginya kami akan ke Air Hitam Laut Kecamatan Sadu. Untuk menuju ke sana, kami  harus menempuh jalur air menggunakan perahu ketek. Biasanya, hanya dua puluh menit saja sampai ke seberang. Setelah itu perjalanan akan ditempuh kurang lebih dua jam menuju lokasi. Pagi itu diguyur hujan lebat. Jika demikian, kondisi jalan pasti akan licin dan sangat tidak dianjurkan perempuan nekat melakukan perjalanan ke sana. Begitulah pesan emak, ibu dari teman saya. “Di Kem Nipah Panjang sore ini akan ramai orang-orang mandi. Datang saja ke sana sebab lokasinya tidak jauh dari rumah,” kata perempuan paruh baya itu. Baiklah, kami mengurungkan niat ke Air Hitam Laut Kecamatan Sadu.

Translate »