“Saya biasa memanggilnya nenek Burma,” jawab saya, ketika salah satu tetangga di samping rumah, menanyakan siapa akar yang menyebar cerita itu. Lantas ia terdiam bingung.
“Sepertinya nama itu masih asing di telinga saya.”
Jelas masih asing di telinganya. Karena nama itu memang saya sendiri yang merekanya. Burma adalah pemendekan dari dua kata nama panjangnya yaitu Buri Maryati. Dan warga sekitar memanggilnya Buri bukan Burma. Jadi, pantas saja jika tetangga di samping rumah tidak mengenali siapa seorang nenek yang memiliki nama Burma itu. Kebetulan, juga ada semacam pengelakan ketika ia hendak mempertanyakan kejelasannya kepada saya.
“Siapa yang dimaksud nenek Burma itu?”
“Cukup saya saja yang tahu!” kata saya ketika mencermini pertanyaannya.
“Yasudah! Silahkan kamu bercerita kepada dirimu sendiri. Saya mah ogah mendengar cerita yang kejelasannya masih buram,” jawabnya begitu! Sambil memasuki rumahnya dan mengunci pintu. Sedangkan saya masih termenung di teras rumah. Karena dihantui cerita-cerita dari nenek Burma, yang menyimpan jiwa misterus di dalamnya.
Awalnya cerita itu tidak membuat keruh dalam pikiran saya. Tetapi lama-kelamaan buah ceritanya semakin menjadi-jadi. Sehingga, memang harus saya akui. Bahwa magic yang menarik saya ke dalam roh seorang penggali kubur, yang menikmati mayat-mayat wanita muda yang baru meninggal di kampungnya. Sungguh luar biasa. Bahkan ketika mencoba membayangkan kejadiannya, saya serasa keluar dari zona alam sadar.
“Bagaimana bisa menikmatinya nek, bukankah pasti banyak warga dalam penguburan itu?” tanya yang polos menyebrang ketika nenek sedang bercerita.
Katanya “Bisa saja! Karena penggali kubur itu menikmati setiap korbannya bukan ketika siang hari. Tapi pada malam hari. Ketika semua orang sudah pulas tertidur. Barulah ia membongkar kembali setiap kuburan yang tadi digalinya.”
Saya semakin larut dalam cerita-cerita yang diungkapnya. Ia juga seakan tidak sadar ketika tengah bercerita. Bahkan semburan air mata keluar dari setiap penggalan kata-katanya. Barangkali, di balik cerita itu ada jiwa yang tenggelam pada masa lalunya; ketika masih belia. Saya tidak bisa menanyakan hal itu, karena takut ia tersinggung. Saya hanya bisa terus menyimak cerita-ceritanya. Sekalipun disampaikan dengan terbata-bata. Tetapi tidak ditemukan sedikitpun suara yang keluar menyamar, dari setiap bibirnya yang bergetar. Suaranya seperti membentak dengan sangat jelas. Katanya, “Penggali kubur itu bernama Siman.” Yang sebetulnya masih memiliki ikatan darah. Tapi saya heran. Kenapa nenek harus menceritakan aib yang masih menyangkut tentang keluarganya. Apa mungkin karena ia sudah sangat dongkol, dengan kelakuannya yang begitu menjijikkan. Bahkan lebih hina dari perilaku binatang.