Friday, March 29, 2024
Home > Lingkungan > Jalan Panjang Empat Kenegerian Mendapatkan Hak Hutan Adat

Jalan Panjang Empat Kenegerian Mendapatkan Hak Hutan Adat

Jalan Panjang Empat Kenegerian Mendapatkan Hak Hutan Adat

Sudah delapan tahun masyarakat adat di empat kenegerian berjuang mendapatkan pengakuan pengelolaan hutan adat. Jalannya cukup berliku hingga perlu melakukan Judicial Review (JR)UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan guna mengubah konteks Hutan Adat dari Hutan Negara menjadi Hutan Hak. Bahkan sang penggagas JR, Bustamir pun kini telah tiada.

Jalan menuju pengakuan tersebut sedikit demi sedikit mulai mulai terbuka. Kamis (13/9/2018) kemarin, tiga Khalifah dari empat Kenegerian di Kabupaten Kampar telah menyerahkan dokumen permohonan penetapan masyarakat hukum adat, wilayah adat dan hutan adat kepada Bupati Kampar Aziz Zainal dalam sebuah seremoni yang digelar di Hutan Larangan Hutan Adat Imbo Putui, Kenegerian Petapahan.

Empat kenegerian tersebut adalah Kenegerian Petapahan, Kenegerian Gajah Bertalut, Kenegerian Batu Songgan dan Kenegerian Kuok. Dari Kenegerian Petapahan, dokumen diserahkan oleh Datuk Pucuk Kenegerian Petapahan Khaidir Muluk, dari  Kenegerian Kuoak diserahkan oleh Datuk persekutuan Pitopang Kuoak, Khairuddin dan Kenegerian Batu Songan serta Kenegerian Gajah Bertalut diserahkan oleh Datuk Kehalifahan Batu Songgan, Suparmantono.

Hutan adat yang diusulkan seluas 7.847 ha, yang terdiri dari Kenegerian Gajah Bertalut seluas 4.414 ha, Kenegerian Batu Sanggan 641 ha, Kenegerian Petapahan  251 Ha dan Kenegerian Kuok  seluas 2.541 ha.

“Bagi masyarakat adat, yang namanya hutan ulayat (hutan adat) tidak bisa diperjualbelikan. Kelestarian hutan sangat penting bagi kami dan aturan adat telah menjaganya dengan baik,” kata Datuk Godang Khalifah Kenegerian Batu Songgan, Suparmantoro di hadapan Bupati Kampar.

“Proses penetapan sangat penting untuk melindungi wilayah adat yang masih berhutan, menyelesaikan konflik pengelolaan sumber daya hutan, dan menjadi alat untuk membuktikan kemampuan masyarakat hukum adat dalam mengelola sumber daya hutan secara lebih baik, khususnya terkait dengan keberlanjutan, sosial budaya, dan adat,” jelasnya.

Aziz Zainal menyatakan mendukung penuh keinginan masyarakat adat untuk mendapatkan hak pengelolaan hutan adat. “Saya akan tandatangi secepatnya bila semua dokumennya dinyatakan lengkap dan mengirimkannya segera ke Kementerian LHK di Jakarta,” tegas Aziz usai menerima dokumen usulan dari para Khalifah.

Proses panjang sudah dilalui hingga dokumen tersebut sampai ke tangan Bupati Kampar. Sejak tahun 2010, masyarakat adat berjibaku memenuhi semua persyaratan demi bisa mendapatkan pengakuan dan hak kelola hutan adat. Mulai dari proses kajian dan penjajagan awal, pengumpulan data dasar dan proses Padiatapa (persetujuan atas dasar di awal tanpa paksaan/FPIC, temu kampung untuk pengumpulan data dasar dan kajian (Tenurial, Politik, Sosial, Ekonomi, Lingkungan, Sejarah), temu kampung untuk komunikasi hasil FPIC/Padiatapa dan kajian.

Translate »