Wednesday, November 5, 2025
Home > Literasi > Cerita > Cinta di Kediri

Cinta di Kediri

pacaran

Pagi-pagi sekali remaja dari daerah selatan ini sudah bangun untuk solat subuh. Setelah salat, ia tidur lagi. Ia memang remaja yang religius karena dahulu pernah menjadi seorang santri di pondok pesantren Jember, Jawa Timur. Sementara rumah orang tuanya di Kebumen. Setelah merasa cukup tidurnya, diambillah beras untuk dimasak. Baginya, hidup adalah sebuah kesederhanaan. Tak lama, hanya menunggu sampai lima belas menit saja, nasi sudah matang dan bisa dimakan.

Hanya berlauk sederhana saja, tempe goreng. Walaupun begitu, tetaplah rasanya nikmat dimakan. Tepat pukul tujuh, ia ambil sepeda dan mengayuh kakinya menuju ke Fakultas Ilmu Budaya di UNS Surakarta. Tempatnya belajar menuntut ilmu.

“Akhirnya kamu sampai juga, sudah makan apa belum?” ucap Ahmad temannya.

“Sudah, tapi lauknya hanya tempe goreng,” jawabnya.

“Mbah Paino,” teriak Andre.

“Iya,” katanya sambil menengok ke belakang.

Oh iya, pemuda itu bernama Riyan. Namun, teman-temannya sering memanggilnnya Mbah Paino. Dari belakang, dosen sudah berjalan ke ruangan dan pembelajaran pun dimulai. Riyan dan teman-temannya pun masuk. Di dalam mereka memperhatikan dosen yang mengajar dengan serius.

Seperti biasa, setiap mahasiswa baru pasti mengikuti makrab (malam keakraban). Sebab dengan itu, mereka bisa memahami karakter dan kebiasaan teman mereka satu per satu. Makrab anak Sastra Indonesia diadakan hari Jumat besok. Semua antusias untuk menyambutnya. Riyan mempersiapkan semuanya dengan matang.

“Bagaimana, siap makrab?” tanya Nabil.

“Tentu siap,” jawab Riyan.

Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu tiba. Hari jumat pagi, semua mahasiswa sudah berkumpul di Taman Cerdas, sembari menunggu transportasi datang. Riyan dan temannya datang mengendarai motor. Sebagian ada yang naik bus dan, ada pula yang berboncengan  naik motor. Kebanyakan yang naik bus adalah wanita. Semua sudah siap dengan membawa bekal masing-masing. Riyan berboncengan dengan salah satu teman wanitanya.

Hanya satu jam waktu yang ditempuh untuk sampai ke Tawangmangu, tempat villa penginapan. Di sana mereka semua bermain dan bersenang-senang. Villa sudah dianggap sebagai rumah sendiri. Ada yang menonton TV, memutar musik, bermain sepakbola, tidur, dan bahkan ada juga yang sedang mempersiapkan makanan untuk dimasak. Kebetulan Rian membantu seksi dokumentasi untuk merekam aktivitas makrab.

Saat kamera video dinyalakan, direkamlah semua temannya dan disapa satu per satu. Ada perempuan cantik bersenyum manis bernama Dita, dia adalah anak Kediri. Riyan yang melihatnya sampai jatuh terkesima, alias suka. Mungkin karena hari itu dia nampak berbeda, sehingga ada yang mempunyai daya tarik baginya. Setiap gerak-gerik Dita selalu diperhatikan olehnya. Baik saat duduk, saat sedang bicara, dan tertawa. Bahkan, saat pulang dari makrab, dia selalu melihat video dokumentasi. Dilihatnya wajahnya secara mendalam.

Translate »