Wednesday, November 5, 2025
Home > Literasi > Opini/esai > Perihal yang seks mengancam perempuan

Perihal yang seks mengancam perempuan

sex perempuan dan anak

Pada Kamis (8/3) pekan lalu,  Kota Jambi memperingati HPI (Hari Perempuan Internasional) sebagai simbol perlawanan atas segala bentuk penindasan terhadap kaum perempuan. Acara yang diadakan di halaman Kantor Gubernur ini diselenggarakan oleh aliansi SOS (Save Our Sisters) Jambi. Peringatan HPI ini diisi dengan serangkaian kegiatan diantaranya, senam One Billion Rising, aksi damai, dan pentas seni. Tuntutan yang disampaikan pada peringatan HPI, yakni penegakan hukum yang berpihak kepada korban kekerasan seksual dan mendesak pemerintah untuk meningkatkan serta menyediakan fasilitas pelayanan korban kekerasan seksual hingga ke pelosok desa. Tuntutan-tuntutan tersebut mencuat karena belakangan ini Provinsi Jambi dihujani kasus-kasus tindakan kekerasan seksual yang menimpa anak-anak dan perempuan.

Pada Agustus 2016 lalu, Kota Jambi dikejutkan dengan peristiwa yang menyayat hati para orang tua, di mana laki-laki bernama Wahono (65) menyetubuhi empat orang anak yang masih duduk di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama) secara bergantian. Kasus ini terungkap setelah salah satu orang tua korban melapor ke Polresta Jambi. Atas perbuatan kejinya, pelakuhanya divonis satu tahun penjara. Vonis tersebut rasanya tidak sebanding dengan beban trauma yang harus ditanggung para korban, ditambah para orang tua harus berhadapan dengan proses hukum yang tidak berpihak kepada korban. Tentu, sanksi ringan yang diterima oleh pelaku sama sekali dianggap tidak memberikan rasa keadilan.

Kemudian Februari 2017 terjadi lagi di Desa Jebak Kecamatan Tembesi Kabupaten Batanghari. Seorang laki-laki bernama Hermanto beberapa kali menyetubuhi putri kandungnya sendiri. Sekarang, pelaku sudah diamankan oleh pihak kepolisian. Belum lama dua kasus yang menyita perhatian khalayak tersebut, 25 Januari 2018 muncul lagi kasus baru di Dusun Pangkal Bloteng, Desa Teluk Rendah Ulu, Kecematan Tebo Ilir, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Seorang gadis malang bernama Dina Wulandari harus mengembuskan napas terakhirnya di tengah derasnya aliran Sungai Batanghari. Setelah dianiaya dan di perkosa, ia lalu di bunuh secara sadis. Pelaku mengikat leher korban dengan akar dan memilitkan tubuhnya ke sebuah kayu. Kemudian korban ditenggelamkan ke sungai bersama sepeda motornya dengan kondisi yang masih bernyawa.

Hasrat birahi yang berlebih membuat para pemangsa tubuh perempuan kerap gelap mata. Tidak mampu membendung fantasi liar yang menguasai, lagi-lagi perempuan dan anak terancam menjadi tumbal bagi para penikmat seks yang lupa daratan. Hanya demi menghilangkan dahaga seksnya, mereka rela melakukan apa saja asalkan dapat menyetubuhi perempuan dengan buas. Seolah-olah perempuan dan anak dihalalkan untuk disantap sesukanya. Menurut Sigmund Freud kehidupan manusia memang tidak bisa dilepaskan dari persoalan seksualitas. Sejak bayi, manusia sudah memiliki naluri seksual dalam tahap-tahap tertentu, di mana implementasi bagi masing-masing manusia kemungkinan tidak sama. Ada manusia yang begitu cepat memperlihatkan insting seksualitas, sedangkan sebagian yang lain belum juga memperlihatkan insting seksualitas meski sudah berusai dewasa.  Bagi masyarakat yang dangkal pengetahuan, minimnya iman dan ketakwaan, serta faktor lainnya, membuat kemampuan seksualitas ini justru disalahgunakan atau disimpangkan sedemikian rupa sehingga tidak sejalan lagi dengan fitrahnya.

Translate »