Suatu kali, seorang pria yang jatuh hati padanya, dibuatnya merana lantaran kehilangan jejak nomor ponselnya. Meski pada akhirnya pria itu berhasil menemukannya. Pria itu terus menerus dibuatnya galau berkepanjangan karena harus mencari-carinya tiap bulan. Hal itu terjadi lantaran ia tak pernah memberitahukan alamatnya. Mereka hanya bertemu dan berpisah di luar rumah. Tiap kali berkencan, Safira memilih untuk tidak dijemput maupun diantar.
Nasib pria itu pun terus tak jelas. Ia terus disandingkan dengan pria-pria lain yang terus berganti saban bulan.
***
Safira lupa, sepuluh hari yang lalu, Zamrud, pria yang selalu galau tiap bulan itu, menyampaikan bahwa ia tak bisa lagi menjalani hubungan dengannya. Ia akan melanjutkan pendidikan ke luar kota. Menurutnya, setelah ia sadari, sangat tidak layak mempertahankan hubungan dengan perempuan seperti Safira.
Tentu bukan cuma karena alasan sering gonta-ganti kartu itu ia mengambil keputusan demikian. Ia sudah tahu seperti apa Safira. Dan tentu bukan maksud pria itu untuk tak setia. Ia sangat ingin setia. Ia sudah mencobanya selama setahun, dengan segala daya upaya dan keseriusan, mulai dari memberi bunga mawar hingga mencoba melamar, meski dengan galau yang terepetisi setiap bulan.
Zamrud mengatakan bahwa kesetian itu memang mahal, sementara ketidaksetiaan adalah sebaliknya. Seperti pada kartu seluler, yang terasa mahal untuk disetiai, dan murah jika digonta-ganti. Murah di awal, tetapi untuk disetiai. Ia tetap butuh kemahalan.
“Aku bisa saja membayar perempuan lain dengan harga murah dan berganti-ganti kapan saja aku mau,” kata Zamrud kesal pada Safira.
Safira terkejut. Ia, yang selama ini merasa di atas angin, mendadak seperti daun yang gugur perlahan. Maka, sejak saat itu Safira terus menelepon Zamrud tiap malam. Meminta maaf dan berjanji untuk setia. Ia juga berjanji untuk tak lagi bertukar-tukar kartu seluler. Dan upayanya pun berhasil setelah bertubi-tubi selama sembilan hari. Ia bujuk Zamrud untuk kembali, dengan konsekuensi putus selama-lamanya jika ia kembali mengulangi.
Namun pagi ini, ketetapan hati Safira kembali goyah. Ia, yang baru saja berhasil membujuk Zamrud, merasa ingin kembali bertukar kartu. Selain karena kartunya saat ini sudah tak punya apa-apa – tak ada pulsa maupun paket data – ia sangat tergiur dengan promo kartu baru yang menawarkan lebih banyak bonus dengan harga yang jauh lebih murah.
Jika dibanding mengisi pulsa dengan jumlah rupiah yang sama, kartu baru itu sangat jauh menggiurkan. Apalagi ia juga ingin memutus hubungan lebih cepat dengan pria tandingan Zamrud yang baru ia kenal beberapa hari lalu. Ia merasa pria tersebut tak lagi menarik, setelah diketahui bahwa kredit mobilnya macet. Sebab, dalam pikirannya, jika tak segera ditukar, pria itu hanya akan menjadi pengganggu belaka.
