Wednesday, November 5, 2025
Home > Literasi > Resensi > Sy. Fasha: Memoar Daun Suji dan Berkah Kemiskinan

Sy. Fasha: Memoar Daun Suji dan Berkah Kemiskinan

Memoar Daun Suji

Saya mendapatkan buku biografi ini karena memenangkan kuis komentar di akun instagram Bu Yuliana Fasha. Alhamdulillah, saya pikir ini salah satu bentuk perhatian Bu Yuli terhadap masyarakat Jambi agar buku biografi ini bisa dibaca oleh siapa saja. Pemenangnya pun beragam, tak hanya warga Kota Jambi saja. Lah, saya yang warga Kabupaten Muaro Jambi pun bisa terpilih menjadi pemenang. Senang sekali bisa bertemu Bu Yuli dan Pak Fasha yang ternyata ramah. Saat itu para pemenang diajak berfoto, meski bagi saya yang terpenting dari sebuah pertemuan dengan orang-orang besar adalah perbincangan dan bertukar pikiran.

Sekilas melihat kover buku dan membaca judulnya di akun instagram Bu Yuli, Bocah Minyak Jelantah, saya kembali teringat masa kecil saya yang juga pernah merasakan kesulitan dalam hal ekonomi. Makan nasi putih yang dicampur minyak jelantah dan garam saja, tapi makanan itu terasa nikmat apabila kita bersyukur. Komentar saya saat itu sederhana, mengapa saya  menginginkan membaca buku ini? Alasannya pun sederhana, selain saya pencinta buku, Pak Fasha, sebagai walikota Jambi, di mata saya adalah pemimpin yang out of the box yang mampu memberikan inspirasi-inspirasi baru. Contoh kecilnya, Pak Fasha berani mengadakan pesta perayaan imlek bagi kaum minoritas dan hal ini belum pernah ada sebelumnya.

Secara kemasan, buku ini sangat menarik. Disertai foto-foto berwarna Sy. Fasha dari beliau kecil  hingga menjabat sebagai Walikota Jambi. Juga ada nukilan-nukilan Sy. Fasha di tiap bab yang menggugah semangat pembaca untuk selalu melakukan hal-hal positif. Font-nya berwarna biru dongker, sementara judul bab, keterangan foto, nukilan, halaman buku yang terletak di kaki buku, semuanya berwarna oranye. Perpaduan dua warna ini sesungguhnya menarik, namun karena mata saya minus sekaligus silinder, pada beberapa hal ini cukup menyulitkan.

Buku yang terdiri atas 21 bagian lengkap dengan prolog dan epilog ini mengisahkan perjalanan hidup Sy. Fasha sejak ia dilahirkan sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara di Kampung Tembok Batu, Sumatera Selatan, sebuah perkampungan yang letaknya bersebelahan dengan pertamina. Ternyata kampung ini juga dijuluki sebagai “Kampung Texas” karena banyak berisi sarang penjahat, seperti pencopet, preman, maling, hingga perampok kelas kakap. Ibunya bekerja sebagai guru ngaji keliling, sedangkan ayahnya bekerja sebagai satpam di pertamina. Penghasilan yang pas-pasan membuat keluarga ini dililit utang bahkan dicemooh oleh masyarakat. Meski hidup dalam kemiskinan dan sering mengonsumsi nasi putih dan minyak jelantah, mereka selalu marasa bersyukur. Nikmat bersyukur inilah yang kemudian memberikan berkah bagi kehidupan yang sesungguhnya. Hidup yang benar-benar hidup.

Baca juga: Di Tanah Lada: Bukan Romantika Dunia Anak-Anak

Sebagai anak satpam pertamina, Fasha kecil bebas bermain di komplek pertamina bersama anak-anak karyawan yang merupakan orang berada. Kecerdasan Fasha telah tampak dari masa kecilnya. Saat ia pernah mengikuti tes IQ hasilnya 130. Wow. Tinggi bukan? Fasha pandai bergaul sejak kecil, kemudian saat masih sekolah dasar bakat bisnisnya juga mulai terlihat. Hal-hal yang paling melekat dalam ingatannya, yakni daun Suji. Fasha seringkali membantu sang nenek memetik daun suji lalu menjualnya ke pasar. Uang hasil penjualan membuatnya sangat puas karena di dapat dari kerja keras sendiri. Di dalam keluarga Fasha juga diajarkan bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang ia inginkan haruslah bekerja keras.  Delapan warisan yang ditinggalkan orang tua, diam-diam membentuk Fasha menjadi seseorang yang bernilai dan loyal terhadap siapa saja. Beberapa di antaranya harus bersikap jujur, berani, bermental baja, dan rajin berdoa.

Translate »