Wednesday, November 5, 2025
Home > Literasi > Resensi > Rara Mendut, Sebuah Legenda atau Sejarah?

Rara Mendut, Sebuah Legenda atau Sejarah?

Rara Mendut hanyalah seorang gadis nelayan biasa, yang akan dijadikan sebagai salah satu selir oleh Adipati Pragola dari Kadipaten Pati

Kehidupan keras Lusi Lindri dimulai saat harus menemani suaminya berpindah-pindah dari satu hutan ke hutan lainnya, demi menghindari kejaran pasukan Mataram yang saat itu diperintah oleh Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung atau Amangkurat I –putra dari Sultan Hanyakrakusuma-.

Amangkurat I mempunyai sifat dan sikap yang jauh berbeda dengan ayahnya, Sultan Hanyakrakusuma. Jika pada masa pemerintahan Sultan Hanyakrakusuma kerajaan Mataram menjadi negara Jayajagat Wahyu Agungingrat –jaya dibumi yang merupakan kebesaran dunia-, lain halnya pada masa pemerintahan Amangkurat I. Pada masa pemerintahannya justru banyak terjadi pemberontakan yang berusaha menggulingkan kedudukannya sebagai raja bahkan pemberontakan yang dilakukan oleh putranya sendiri. Ini tidak lain disebabkan ketidak becusannya dalam mengatur negara.

Selain itu, Amangkurat I juga dikenal mempunyai perilaku yang buruk dan kejam. Semenjak usia 15 tahun, Pangeran Aria Mataram – nama kecil Amangkurat I- terkenal suka meniduri perempuan-perempuan cantik. Tidak peduli masih gadis ataupun istri orang, salah satu yang hendak ditidurinya adalah Genduk Duku. Beruntung karena muslihat Genduk Duku, ia berhasil lolos dari cengkeraman Pangeran Aria Mataram.

Meski novel ini dikembangkan dari Babad Tanah Jawi dan berbagai sumber oleh Romo Mangun, namun ciri khas pengolahan kata serta celetukan-celetukan humornya sangat Romo Mangun sekali. Perasaan yang sama timbul ketika membaca novel Romo Mangun lainnya seperti Pohon-pohon Sesawi atau kumpulan cerita pendek dalam Rumah Bambu, sangat njawani.

YB MANGUNWIJAYA
YB MANGUNWIJAYA

Kekaguman bertambah ketika membaca novel Rara Mendut yang dilatar belakangi penyebaran agama Islam di Kerajaan Mataram pada saat pemerintahan Adiprabu Sultan Hanyakrakusuma yang kelak bergelar Sultan Agung -Raja Mataram keempat-, betapa Romo Mangun sangat fasih dan paham dalam menggunakan istilah maupun bacaan-bacaan Islami lengkap dengan kejawen-nya. Yang notabene diketahui bahwa Romo Mangun adalah cendekiawan Katholik yang berpikiran inklusif.

 

Dalam novel ini digambarkan juga, betapa Romo Mangun begitu membanggakan kaum nelayan dan samudranya. Rara Mendut adalah nelayan, Pranacitra adalah anak pedagang yang kerapkali berlayar, Slamet suami Genduk Duku juga nelayan. Nelayan adalah para pelaut putra sang jaladri –lautan-, kegigihannya dalam mengendalikan bahtera, menaklukkan ombak serta mengarungi bahari tanpa batas bukti bahwa mereka adalah manusia-manusia tangguh tanpa tandingan, manusia-manusia marwita marganing maruta -berguru pada jalannya angin-. Laut lazuardi lenggara langgam laras…

Translate »